Di tengah gempuran teknologi dan derasnya arus informasi digital, geliat tradisi keilmuan Islam klasik di kalangan masyarakat tetap menunjukkan denyut yang kuat. Salah satu buktinya adalah antusiasme masyarakat dalam mengikuti ngaji kitab Tafsir Faidur Rahman, karya ulama besar Nusantara, Kyai Soleh Darat.
Kyai Soleh Darat, ulama asal Semarang yang hidup pada abad ke-19, dikenal luas sebagai pendidik para tokoh besar seperti Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, Kyai Ahmad Dahlan, dan bahkan RA Kartini. Karya tafsirnya, Faidur Rahman, ditulis dalam bahasa Jawa pegon sebagai bentuk ikhtiar dakwah yang membumi dan menyentuh kalangan awam.
Kegiatan ngaji tafsir ini biasanya diadakan di berbagai pondok pesantren, masjid, hingga balai desa, dan diikuti oleh berbagai kalangan dari santri, ibu rumah tangga, petani, pedagang, hingga generasi muda. Hal ini menunjukkan bahwa semangat masyarakat untuk memahami agama secara mendalam tetap terjaga.
Apa yang membuat masyarakat begitu antusias mengikuti ngaji kitab ini? Salah satu jawabannya terletak pada kedalaman makna dan pendekatan kontekstual dalam tafsir Kyai Soleh Darat. Ia tidak hanya menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an secara tekstual, tetapi juga memberikan penafsiran yang sesuai dengan konteks sosial masyarakat Jawa kala itu yang ternyata masih relevan hingga kini.
Lebih dari itu, ngaji kitab ini juga menjadi ruang edukasi spiritual dan sosial. Di tengah kehidupan yang serba cepat, ngaji menjadi jeda yang menenangkan sekaligus pengingat nilai-nilai dasar dalam beragama dan bernegara. Di dalamnya, umat belajar tentang kesabaran, keadilan, toleransi, dan semangat kebangsaan.
Bagi generasi muda, kegiatan ngaji tafsir ini menjadi jembatan untuk mengenal warisan intelektual para ulama Nusantara. Dalam era digital yang cenderung serba instan, kegiatan ini menjadi oase keilmuan yang memperkaya akal sekaligus memperhalus hati. Bahkan, beberapa komunitas telah mengembangkan ngaji kitab ini ke dalam format digital, seperti podcast, YouTube, dan media sosial lainnya.
Melalui Tafsir Faidur Rahman, Kyai Soleh Darat telah mewariskan bukan hanya ilmu, tetapi juga semangat keberislaman yang inklusif, membumi, dan penuh kasih sayang. Maka, tak mengherankan jika ngaji kitab ini terus hidup dan menjadi sumber informasi dari lintas generasi.
Antusiasme masyarakat terhadap ngaji tafsir ini adalah pertanda bahwa Islam Nusantara bukan hanya wacana, tetapi kenyataan yang hidup dan terus berkembang. Sebuah Islam yang ramah, terbuka, dan menyatu dengan budaya lokal sebagaimana yang diajarkan para ulama terdahulu.
Sumber : Warta Santri